BEDAH VETERINER UMUM
ANESTESI UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesi
Istilah anestesi dimunculkan pertama kali oleh dokter
Oliver Wendell Holmes (1809-1894) berkebangsaan Amerika, diturunkan dari dua
kata Yunani : An berarti tidak, dan Aesthesis berarti rasa atau
sensasi nyeri. Secara harfiah berarti ketiadaan rasa atau sensasi nyeri. Dalam
arti yang lebih luas, anestesi berarti suatu keadaan hilangnya rasa terhadap
suatu rangsangan. Pemberian anestetikum dilakukan untuk mengurangi dan
menghilangkan rasa nyeri baik disertai atau tanpa disertai hilangnya kesadaran.
Seringkali anestesi dibutuhkan pada tindakan yang berkaitan dengan pembedahan.
Anestetikum yang diberikan pada hewan akan membuat hewan tidak peka terhadap
rasa nyeri sehingga hewan menjadi tenang, dengan demikian tindakan diagnostik,
terapeutik atau pembedahan dapat dilaksanakan lebih aman dan lancar.
Perjalanan waktu
sepanjang sejarah menunjukkan bahwa anestesi pada hewan digunakan untuk
menghilangkan rasa dan sensasi terhadap suatu rangsangan yang merugikan
(nyeri), menginduksi relaksasi otot, dan terutama untuk membantu melakukan
diagnosis atau proses pembedahan yang aman. Alasan lain penggunaan anestesi
pada hewan adalah untuk melakukan pengendalian hewan (restraint),
keperluan penelitian biomedis, pengamanan pemindahan (transportasi) hewan liar,
pemotongan hewan yang humanis, dan untuk melakukan ruda paksa (euthanasia).
Secara umum tujuan pemberian anestetikum pada hewan adalah mengurangi atau
menghilangkan rasa nyeri dengan meminimalkan kerusakan organ tubuh dan membuat
hewan tidak terlalu banyak bergerak. Semua tujuan anestesi dapat dicapai dengan
pemberian obat anestetikum secara tunggal maupun dalam bentuk balanced
anesthesia, yaitu mengkombinasikan beberapa agen anestetikum maupun dengan
agen preanestetikum.
Klasifikasi Anestesi
Keadaan teranestesi dapat dihasilkan secara kimia dengan obat-obatan
dan secara fisik melalui penekanan sensori pada syaraf. Obat-obatan anestetika
umumnya diklasifikasikan berdasarkan rute penggunaannya, yaitu: 1). Topikal
misalnya melalui kutaneus atau membrana mukosa; 2). Injeksi seperti intravena,
subkutan, intramuskular, dan intraperitoneal; 3). Gastrointestinal secara oral
atau rektal; dan 4). Respirasi atau inhalasi melalui saluran nafas (Tranquilli et
al. 2007).
Anestetetikum juga dapat diklasifikasikan berdasarkan
daerah atau luasan pada tubuh yang dipengaruhinya, yaitu : 1). Anestesi lokal,
terbatas pada tempat penggunaan dengan pemberian secara topikal, spray, salep
atau tetes, dan infiltrasi. 2). Anestesi regional, mempengaruhi pada daerah atau
regio tertentu dengan pemberian secara perineural, epidural, dan intratekal
atau subaraknoid. 3). Anestesi umum, mempengaruhi seluruh sistem tubuh secara
umum dengan pemberian secara injeksi, inhalasi, atau gabungan (balanced
anaesthesia).
BAB II
PEMBAHASAN
Anestesi Umum
Anestesi umum adalah keadaan hilangnya nyeri di seluruh
tubuh dan hilangnya kesadaran yang bersifat sementara yang dihasilkan melalui
penekanan sistem syaraf pusat karena adanya induksi secara farmakologi atau
penekanan sensori pada syaraf. Agen anestesi umum bekerja dengan cara menekan
sistem syaraf pusat (SSP) secara reversibel (Adams 2001). Anestesi umum
merupakan kondisi yang dikendalikan dengan ketidaksadaran reversibel dan
diperoleh melalui penggunaan obat-obatan secara injeksi dan atau inhalasi yang
ditandai dengan hilangnya respon rasa nyeri (analgesia), hilangnya
ingatan (amnesia), hilangnya respon terhadap rangsangan atau refleks dan
hilangnya gerak spontan (immobility), serta hilangnya kesadaran (unconsciousness).
Mekanisme kerja anestesi umum pada tingkat seluler belum
diketahui secara pasti, tetapi dapat dihipotetiskan mempengaruhi sistem otak
karena hilangnya kesadaran, mempengaruhi batang otak karena hilangnya kemampuan
bergerak, dan mempengaruhi kortek serebral karena terjadi perubahan listrik
pada otak. Anestesi umum akan melewati beberapa tahapan dan tahapan tersebut
tergantung pada dosis yang digunakan. Tahapan teranestesi umum secara ideal
dimulai dari keadaan terjaga atau sadar kemudian terjadi kelemahan dan mengantuk
(sedasi), hilangnya respon nyeri (analgesia), tidak bergerak dan
relaksasi (immobility), tidak sadar (unconsciousness), koma, dan
kematian atau dosis berlebih.
Anestesi umum yang baik dan ideal harus memenuhi kriteria :
tiga komponen anestesi atau trias anestesi (sedasi,
analgesi, dan relaksasi), penekanan refleks, ketidaksadaran, aman untuk sistem
vital (sirkulasi dan respirasi), mudah diaplikasikan dan ekonomis.
Dengan demikian, tujuan utama dilakukan anestesi umum adalah upaya untuk
menciptakan kondisi sedasi, analgesi, relaksasi, dan penekanan refleks yang
optimal dan adekuat untuk dilakukan tindakan dan prosedur diagnostik atau
pembedahan tanpa menimbulkan gangguan hemodinamik, respiratorik, dan metabolik
yang dapat mengancam
Agen anestesi umum dapat digunakan melalui injeksi,
inhalasi, atau melalui gabungan secara injeksi dan inhalasi. Anestetikum dapat
digabungkan atau dikombinasikan antara beberapa anestetikum atau dengan zat
lain sebagai preanestetikum dalam sebuah teknik yang disebut balanced anesthesia
untuk mendapatkan efek anestesi yang diinginkan dengan efek samping
minimal. Anestetika umum inhalasi yang sering digunakan pada hewan adalah
halotan, isofluran, sevofluran, desfluran, dietil eter, nitrous oksida dan
xenon. Anestetika umum yang diberikan secara injeksi meliputi barbiturat
(tiopental, metoheksital, dan pentobarbital), cyclohexamin (ketamine,
tiletamin), etomidat, dan propofol.
Tujuan Anestesi Umum:
anestesi
umum menjamin hdp pasien, yg memungkinkan operator melakukan tindakan bedah dg leluasa
dan menghilakan rasa nyeri.
Preanestesi
Preanestesi adalah pemberian zat kimia sebelum tindakan
anestesi umum dengan tujuan utama menenangkan pasien, menghasilkan induksi
anestesi yang halus, mengurangi dosis anestetikum, mengurangi atau menghilangkan
efek samping anestetikum, dan mengurangi nyeri selama operasi maupun pasca
operasi (Debuf 1991; McKelvey dan Hollingshead 2003). Pemilihan preanestetikum
dipertimbangkan sesuai dengan spesies, status fisik pasien, derajat
pengendalian, jenis operasi, dan kesulitan dalam pemberian anestetikum (Booth
dan Branson 1995).
Preanestetikum yang paling umum digunakan pada hewan adalah
atropine, acepromazin, xylazine, diazepam, midazolam, dan opioid atau narkotik.
Atropine digunakan untuk mengurangi salivasi, peristaltik dan mengurangi
bradikardia akibat anestesi. Acepromazin digunakan sebagai penenang atau
tranquilizer. Xylazine, medetomidin, diazepam, dan midazolam digunakan sebagai
agen sedatif dan merelaksasi otot. Opioid atau narkotik digunakan untuk mengurangi
rasa sakit, seperti disajikan pada Gambar.






Gambar: Klasifikasi agen
preanestesi yang digunakan pada anestesi umum
Obat-obat yang sering
digunakan (pramedikasi)
Narkotik Analgetika:
Narkotik : morfin, dosis dewasa biasa 8-10
mg i.m. obat ini digunakan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan pasien
menjelang pembedahan. Morfin adalah depresan susunan syaraf pusat. Bila rasa
nyeri telah ada sejak sebelm tindakan bedah merpakan obat pilihan. Memberikan
pemeliharaan anastesia yang mulus, bila memakai premedikasi morfin pada
penggunaan anestetika lemah. Kerugiaan penggnaan morfim, pulih pasca bedah lebih
lama. Penyempitan bronks dapat timbul pada paasien asma. Mual dan muntah pasca
bedah ada.



Anestesiologis dengan Empat Rangkaian Kegiatan:
Anestesi dilakukan oleh dokter spesialis
anestesi atau anestesiologis. Dokter spesialis
anestesiologi selama pembedahan berperan memantau tanda-tanda vital pasien karena sewaktu-waktu
dapat terjadi perubahan yang memerlukan penanganan secepatnya.Empat rangkaian kegiatan yang
merupakan kegiatan sehari-hari dokter anestesi adalah:
·
Mempertahankan
jalan napas
·
Memberi
napas bantu
·
Membantu
kompresi jantung bila berhenti
·
Membantu
peredaran darah
·
Mempertahankan
kerja otak pasien.
Syarat Ideal Anastesi Umum:
·
Memberi induksi yg
halus dan cepat.
·
Timbul situasi px
tak sadar / tak berespons
·
Timbulkan keadaan
amnesia
·
Hambat
refleks-refleks
·
Timbulkan relaxasi
otot skeletal, tp bukan otot pernafasan.
·
Hambat persepsi
rangsang sensorik shg timbul analgesia yg cukup unt Tx operasi.
·
Berikan keadaan
pemulihan yg halus cepat dan tak timbulkan ESO yg berlangsung lama
Kontra Indikasi Anastesi Umum
Tergantung efek farmakologi pada organ yang mengalami
kelainan, (harus hindarkan pemaiakaian obat)
·
Hepar รจ obat hepatotoksik, dosis dikurangi/ obat yang toksis
terhadap
hepar/dosis obat
diturunkan
·
Jantung รจ obat-obat yang mendespresi miokard/ menurunkan aliran
darah koroner
·
Ginjal รจ obat yg diekskresi di ginjal
·
Paru รจ obat yg merangsang sekresi Paru
·
Endokrin รจ hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan
pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes penyakit
basedow, karena bisa menyebabkan peninggian
gula darah.
Komplikasi
Komplikasi (penyulit) kadang-kadang datangnya
tidak diduga kendatipun tindakan anestesi sudah dilaksanakan dengan baik.
Komplikasi dapat dicetuskan oleh tindakan anesthesia sendiri atau kondisi
pasien. Penyulit dapat timbl pada waktu pembedahan atau kemudian segera ataupun
belakangan setelah pembedahan (lebih dari 12jam).
- Komplikasi
Kardiovasklar
a) Hipotensi : tekanan systole kurang dari 70mmHg atau turun
25% dari sebelumnya.
b) Hipertensi : umumnya tekanan darah dapat meningkat pada
periode induksi dan pemulihan anestesia. Komplikasi ini dapat membahayakan
khususnya pada penyakit jantung, karena jantung akan bekerja keras dengan
kebutuhan o2 mokard yang meningkat, bila tak tercukupi dapat timbl iskemia atau
infark miokard. Namun bila hipertensi karena tidak adekuat dapat dihilangkan
dengan menambah dosis anestetika.
c) Aritmia Jantung : anestesi ringan yang disertai maniplasi
operasi dapat merangsang saraf simpatiks, dapat menyebabkan aritmia.
Bradikardia yang terjadi dapat diobati dengan atropin
d) Payah Jantung : mungkin terjadi bila pasien mendapat cairan
IV berlebihan.
2. Penyulit Respirasi
a)
Obstruksi jalan nafas
b)
Batuk
c)
Cekukan (Hiccup)
d)
Intubasi endobronkial
e) Apnu (Henti Nafas)
f) Atelektasis
g) Pnemotoraks
h) Muntah dan Regurgitas
3. Komplikasi Mata
a)
Laserasi Kornea
b)
Menekan bola mata terlalu kuat
4. Perubahan Cairan
Tubuh
a)
Hipovolemia
b)
Hipervolemia
5. Komplikasi Neurologi
a)
KonvulsiTerlambat sadar
b)
Cidera saraf tepi (perifer)
6. Komplikasi Lain-Lain
a)
Menggihil
b)
Gelisah setelah anestesi
c)
Mimpi buruk
d)
Sadar selama operasi
e)
Kenaiakn suhu tubuh
f)
Hipersensitif
Macam-Macam
Obat Anestesi Umum
Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi
terdiri dari 3 golongan:
1. Obat Anestetika gas (inhalasi)
2. Obat Anestetika yang menguap
3. Obat Anestetika yang diberikan secara intravena
1. Anestetika
gas (inhalasi)
Anestesi umum inhalasi
merupakan salah satu metode anestesi umum yang dilakukan dengan cara memberikan
agen anestesi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui alat
anestesi langsung ke udara inspirasi. Hiperventilasi akan menaikkan ambilan
anestetikum dalam alveolus dan hipoventilasi akan menurunkan ambilan alveolus.
Kelarutan zat inhalasi dalam darah adalah faktor utama yang penting dalam
menentukan induksi dan pemulihan anestesi inhalasi. Induksi dan pemulihan akan
berlangsung cepat pada zat yang tidak larut dan lambat pada zat yang larut. Anestetik
gas tidak mudah larut dalam darah sehingga tekanan parsial dalam darah cepat
meningkat. Batas keamanan antara efek anesthesia dan efek letal cukup lebar.
Contoh :
1.1 Nitrogen monoksida (N2O)
Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak
berbau, tidak berasa dan lebih berat daripada udara. N2O biasanya tersimpan
dalam bentuk cairan bertekanan tinggi dalam baja, tekanan penguapan pada suhu
kamar ± 50 atmosfir. N2O mempunyai efek analgesic yang baik, dengan inhalasi
20% N2O dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum untuk
mendapatkan efek analgesic maksimum ± 35% . gas ini sering digunakan pada
partus yaitu diberikan 100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit
hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi
untuk mencegah terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara
intermiten untuk mendapatkan analgesic pada saat proses persalinan dan
Pencabutan gigi. H2O digunakan secara umum untuk anestetik umum, dalam
kombinasi dengan zat lain.
1.2 Siklopropan
Siklopropan merupakan anestetik gas yang kuat, berbau spesifik,
tidak berwarna, lebih berat daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan
bertekanan tinggi. Gas ini mudah terbakar dan meledak karena itu hanya
digunakan dengan close method. Siklopropan relative tidak larut dalam darah
sehingga menginduksi dengan cepat (2-3 menit). Stadium III tingkat 1 dapat
dicapai dengan kadar 7-10% volume, tingkat 2 dicapai dengan kadar 10-20%
volume, tingkat 3 dapat dicapai dengan kadar 20-35%, tingkat 4 dapat dicapai
dengan kadar 35-50% volume. Sedangkan pemberian dengan 1% volume dapat
menimbulkan analgesia tanpa hilangnya kesadaran. Untuk mencegah delirium yang
kadang-kadang timbul, diberikan pentotal IV sebelum inhalasi siklopropan.
Siklopropan menyebabkan relaksasi otot cukup baik dan sedikit sekali
mengiritasi saluran nafas. Namun depresi pernafasan ringan dapat terjadi pada
anesthesia dengan siklopropan.
Siklopropan tidak menghambat kontraktilitas otot jantung, curah jantung
dan tekanan arteri tetap atau sedikit meningkat sehingga siklopropan merupakan
anestetik terpilih pada penderita syok. Siklopropan dapat menimbulkan aritmia
jantung yaitu fibrilasi atrium, bradikardi sinus, ekstrasistole atrium, ritme
atrioventrikular, ekstrasistole ventrikel dan ritme bigemini. Aliran darah
kulit ditinggikan oleh siklopropan sehingga mudah terjadi perdarahan waktu
operasi. Siklopropan tidak menimbulkan hambatan terhadap sambungan saraf otot.
Setelah waktu pemulihan sering timbul mual, muntah dan delirium. Absorpsi dan
ekskresi siklopropan melalui paru. Hanya 0,5% dimetabolisme dalam badan dan
diekskresi dalam bentuk CO2 dan air. Siklopapan dapat digunakan pada setiap
macam operasi. Untuk mendapatkan efek analgesic digunakan 1,2% siklopropan
dengan oksigen. Untuk mencapi induksi siklopropan digunakan 25-50% dengan
oksigen, sedangkan untuk dosis penunjang digunakan 10-20% oksigen.
2. Anestetik yang menguap
Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3
sifat dasar yang sama yaitu berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat
anestetik kuat pada kadar rendah dan relative mudah larut dalam lemak, darah
dan jaringan. Kelarutan yang baik dalam darah dan jaringan dapat memperlambat
terjadinya keseimbangan dan terlawatinya induksi, untuk mengatasi hal ini
diberikan kadar lebih tinggi dari kadar yang dibutuhkan. Bila stadium yang diinginkan
sudah tercapai kadar disesuaikan untuk mempertahankan stadium tersebut. Untuk
mempercepat induksi dapat diberika zat anestetik lain yang kerjanya cepat
kemudian baru diberikan anestetik yang menguap.
Umumnya anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan
yaitu golongan eter misalnya eter (dietileter) dan golongan
hidrokarbon halogen misalnya halotan, metoksifluran, etil klorida,
trikloretilen dan fluroksen. Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah
menguap, berbau mudah terbakar, mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak.
Eter merupakan anestetik yang sangat kuat sehingga penderita dapat memasuki
setiap tingkat anesthesia. Sifat analgesic kuat sekali, dengan kadar dalam
darah arteri 10-15 mg % sudah terjadi analgesia tetapi penderita masih sadar.
Eter pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi otot
karena efek sentral dan hambatan neuromuscular yang berbeda dengan hambatan
oleh kurare, sebab tidak dapat dilawan oleh neostigmin. Zat ini meningkatkan
hambatan neuromuscular oleh antibiotic seperti neomisin, streptomisin,
polimiksin dan kanamisin. Eter dapt merangsang sekresi kelenjar bronkus. Pada
induksi dan waktu pemulihan eter menimbulkan salvias, tetapi pada stadium yang
lebih dalam, salvias akan dihambat dan terjadi depresi nafas.
Eter diabsorpsi dan disekresi melalui paru dan sebagian
kecil diekskresi juga melalui urin, air susu, keringat dan difusi melalui kulit
utuh.
Efluran merupakan
anestetik eter berhalogen yang tidak mudah terbakar dan cepat melewati stadium
induksi tanpa atau sedikit menyebabkan eksitasi. Kecepatan induksi terhambat
bila penderita menahan nafas atau batuk. Sekresi kelenjar saliva dan bronkus
hanya sedikit meningkat sehingga tidak perlu menggunakan medikasi preanestetik
yaitu atropin. Kadar yang tinggi menyebabkan depresi kardiovaskuler dan
perangsangan SSP, untuk menghindari hal ini enfluran diberikan dengan kadar
kadar rendah bersama N2O. Efluran kadar rendah tidak banyak mempengaruhi system
kardiovaskuler, meskipun dapat menurunkan tekanan darah dan meningkatkan
frekuensi nadi. Efluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap ketekolamin
yang lebih lemah dibandingkan dengan halotan tetapi efluran membahayakan
penderita penyakit ginjal. Pada anestesi yang dalam dan hipokapnia, efluran
dapat menyebabkan kejang tonik-klonik pada otot muka dan ekstremitas. Hal ini
dapat dihentikan tanpa gejala sisa dengan mengganti obat anestesi, melakukan
anestesi yang tidak terlalu dalam dan menurunkan ventilasi semenit untuk
mengurangi hipokapnia. Efluran jangan digunakan pada anak dengan demam berumur
kurang dari 3 tahun.
Isofluran merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Secara
kimiawi mirip dengan efluran, tetapi secara farmakologi berbeda. Isofluran
berbau tajam sehingga membatasi kadar obat dalam udara yang dihisap oleh
penderita karena penderita menahan nafas dan batuk. Setelah pemberian medikasi
preanestetik stadium induksi dapat dilalui dengan lancer dan sedikit eksitasi
bila diberikan bersama N2O dan O2. isofluran merelaksasi otot sehingga baik
untuk intubasi. Tendensi timbul aritmia amat kecil sebab isofluran tidak
menyebabkan sensiitisasi jantung terhadap ketokolamin. Peningkatan frekuensi
nadi dan takikardi adihilangkan dengan pemberian propanolol 0,2-2 mg atau dosis
kecil narkotik (8-10 mg morfin atau 0,1 mg fentanil), sesudah hipoksia atau
hipertemia diatasi terlebih dulu. Penurunan volume semenit dapat diatasi dengan
mengatur dosis. Pada anestesi yang dalam dengan isofluran tidak terjadi
perangsangan SSP seperti pada pemberian enfluran. Isofluran meningkatkan aliran
darah otak pada kadar labih dari 1,1 MAC (minimal Alveolar Concentration) dan
meningkatkan tekanan intracranial.
Halotan
merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak
mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi dengan perak,
tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan plastic. Karet larut dalam
halotan, sedangkan nikel, titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian obat
ini harus dengan alat khusus yang disebut fluotec. Efek analgesic halotanlemah
tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman waktu 10
menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume %).
Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.
Metoksifluran merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti
buah, tidak mudah meledak, tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen.
Pada kadar anestetik, metoksifluran mudah larut dalam darah. Anestetik yang
kuat dengan kadar minimal 0,16 volume % sudah dapat menyebabkan anestesi dalam
tanpa hipoksia. Metoksifluran tidak menyebabkan iritasi dan stimulasi kelenjar
bronkus, tidak menyebabkan spasme laring dan bronkus sehingga dapat digunakan
pada penderita asma. Metoksifluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap
ketokolamin tetapi tidak sekuat kloroform, siklopropan, halotan atau
trikloretilan. Metoksifluran bersifat hepatoksik sehingga sebaiknya tidak
diberikan pada penderita kelainan hati.
Etilklorida merupakan cairan tak berwarna, sangat mudah menguap, mudah
terbakar dan mempunyai titik didih 12-13°C. Bila disemprotkan pada kulit akan
segera menguap dan menimbulkan pembekuan sehingga rasa sakit hilang. Anesthesia
dengan etilklorida cepat terjadi tetapi cepat pula hilangnya. Induksi dicapai
dalam 0,5-2 menit dengan waktu pemulihan 2-3 menit sesudah pemberian anesthesia
dihentikan. Karena itu etilkloretilen sudah tidak dianjurkan lagi untuk
anestetik umum, tetapi hanya digunakan untuk induksi dengan memberikan 20-30
tetes pada masker selama 30 detik. Etilkloroda digunakan juga sebagai anestetik
local dengan cara menyemprotkannya pada kulit sampai beku. Kerugiannya, kulit
yang beku sukar dipotong dan mudah kena infeksi Karena penurunan resistensi sel
dan melambatnya penyembuhan.
Trikloretilen merupakan cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap,
berbau khas seperti kloroform, tidak mudah terbakardan tidak mudah meledak.
Induksi dan waktu pemulihan terjadi lambat karena trikloretilen sangat larut
dalam darah. Efek analgesic trikloretilen cukup kuat tetapi relaksasi otot rangka
yang ditimbulkannya kurang baik , maka sering digunakan pada operasi ringan
dalam kombinasi dengan N2O. untuk anestesi umum, kadar trikloretilen tidak
boleh lebih dari 1% dalam campuran 2:1 dengan N2O dan oksigen. Trikloretilen
menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin dan sensitisasi pernafasan
pada stretch receptor. Sifat lain trikloretilen tidak mengiritasi saluran
nafas.
3. Anestetik yang diberikan secara intravena (anestetik
perenteral)
Pemakaian obat anestetik intravena, dilakukan untuk :
induksi anesthesia, induksi dan pemeliharaan anesthesia bedah singkat,
suplementasi hypnosis pada anesthesia atau analgesia local, dan sedasi pada
beberapa tindakan medic. Anestesi intravena ideal membutuhkan criteria yang
sulit dicapai oleh hanya satu macam obat yaitu cepat menghasilkan efek
hypnosis, mempunyai efek analgesia, disertai oleh amnesia pascaanestesia,
dampak yang tidak baik mudah dihilangkan oleh obat antagonisnya, cepat
dieliminasi dari tubuh, tidak atau sedikit mendepresi fungsi restirasi dan
kardiovasculer, pengaruh farmakokinetik tidak tergantung pada disfungsi organ.
Untuk mencapai tujuan di atas, kita dapat menggunakan kombinasi beberapa obat
atau cara anestesi lain. Kebanyakan obat anestetik intravena dipergunakan untuk
induksi. Kombinasi beberapa obat mungkin akan saling berpotensi atau efek salah
satu obat dapat menutupi pengaruh obat yang lain.
Barbiturate menghilangkan kesadaran dengan blockade system sirkulasi
(perangsangan) di formasio retikularis. Pada pemberian barbiturate dosis kecil
terjadi penghambatan system penghambat ekstra lemnikus, tetapi bila dosis
ditingkatkan system perangsang juga dihambat sehingga respons korteksmenurun.
Pada penyuntikan thiopental. Barbiturate menghambat pusat pernafasan di medulla
oblongata. Tidal volume menurun dan kecepatan nafas meninggi dihambat oleh
barbiturattetapi tonus vascular meninggi dan kebutuhan oksigen badan berkurang,
curah jantung sedikit menurun. Barbiturate tidak menimbulkan sensitisasi
jantung terhadap katekolamin.
Barbiturate yang digunakan untuk anestesi adalah
Natrium thiopental dosis yang dibutuhkan untuk induksi dan mempertahankan
anestesi tergantung dari berat badan, keadaan fisik dan penyakit yang diderita.
Untuk induksi pada orang dewasa diberikan 2-4 ml larutan 2,5% secara
intermitten setiap 30-60 detik sampai tercapai efek yang diinginkan. Untuk anak
digunakan larutan pentotal 2% dengan interval 30 detik dengan dosis 1,5 ml
untuk berat badan 15 kg,3 ml untuk berat badan 30 kg, 4 ml untuk berat badan 40
kg dan 5 ml untuk berat badan 50 kg. Untuk mempertahankan anesthesia pada orang
dewasa diberikan pentotal 0,5-2 ml larutan 2,5%, sedangkan pada anak 2 ml
larutan 2%. Untuk anesthesia basal pada anak, biasa digunakan pentotal per
rectal sebagai suspensi 40% dengan dosis 30 mg/kgBB.
Natrium tiamilal dosis untuk induksi pada orang dewasa adalah 2-4 ml larutan
2,5%, diberikan intravena secara intermiten setiap 30-60 detik sampai efek yang
diinginkan tercapai, dosis penunjang 0,5-2 ml larutan 2,5% a tau digunakan
larutan 0,3% yang diberikan secara terus menerus (drip)
Natrium metoheksital dosis induksi pada orang dewasa adalah 5-12 ml larutan 1%
diberikan secara intravena dengan kecepatan 1 ml/5 detik, dosis penunjang 2-4
ml larutan 1% atau bila akan diberikan secara terus menerus dapat digunakan
larutan larutan 0,2%.
Ketamin
merupakan larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan
relatif aman. Ketamin mempunyai sifat analgesic, anestetik dan kataleptik
dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk system somatik,
tetapi lemah untuk sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik,
bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Ketamin akan meningkatkan
tekanan darah, frekuensi nadi dan curah jantung sampai ± 20%. Ketamin
menyebabkan reflek faring dan laring tetap normal. Ketamin sering menimbulkan
halusinasi terutama pada orang dewasa.
Sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan dihidrolisis
dalam hati, kemudian diekskresi terutama dalam bentuk utuh. Untuk induksi
ketamin secara intravena dengan dosis 2 mm/kgBB dalam waktu 60 detik, stadium
operasi dicapai dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan
dosis ulangan setengah dari semula. Ketamin intramuscular untuk induksi
diberikan 10 mg/kgBB, stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit.
Droperidol dan fentanil tersedia dalam kombinasi tetap, dan
tidak diperguna-kan untuk menimbulkan analgesia neuroleptik. Induksi dengan
dosis 1 mm/9-15 kg BB diberikan perlahan-lahan secara intravena (1 ml setiap
1-2 menit) diikuti pemberian N2O atau O2 bila sudah timbul kantuk. Sebagai
dosis penunjang digunakan N2O atau fentanil saja (0,05-0,1 mg tiap 30-60 menit)
bila anesthesia kurang dalam. Droperidol dan fentanil dapat diberikan dengan
aman pada penderita yang dengan anestesi umum lainnya mengalami hiperpireksia
maligna.
Diazepam menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai
nistagmus dan bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesic. Juga tidak
menimbulkan potensiasi terhadap efek penghambat neuromuscular dan efekanalgesik
obat narkotik. Diazepam digunakan untuk menimbulkan sedasi basal pada
anesthesia regional, endoskopi dan prosedur dental, juga untuk induksi
anestesia terutama pada penderita dengan penyakit kardiovascular. Dibandingkan
dengan ultra short acting barbiturate, efek anestesi diaz-epam kurang memuaskan
karena mula kerjanya lambat dan masa pemulihannya lama. Diazepam juga digunakan
untuk medikasi preanestetik dan untuk mengatasi konvulsi yang disebabkan obat
anestesi local.
Etomidat merupakan anestetik non barbiturat yang digunakan untuk
induksi anestesi. Obat ini tidak berefek analgesic tetapi dapat digunakan untuk
anestesi dengan teknik infuse terus menerus bersama fentanil atau secara
intermiten. Dosis induksi eto-midat menurunkan curah jantung , isi sekuncup dan
tekanan arteri serta meningkat-kan frekuensi denyut jantung akibat kompensasi.
Etomidat menurunkn aliran darah otak (35-50%), kecepatan metabolism otak, dan
tekanan intracranial, sehingga anestetik ini mungkin berguna pada bedah
saraf.Etomidat menyebabkan rasa nyeri ditempat nyeri di tempat suntik yang
dapat diatasi dengan menyuntikkan cepat pada vena besar, atau diberikan bersama
medikasi preanestetik seperti meperidin.
Propofol
secara kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat ini berupa
minyak pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%. Efek pemberian
anestesi umum intravena propofol (2 mg/kg) menginduksi secara cepat seperti
tiopental. Rasa nyeri kadang terjadi ditempat suntikan, tetapi jarang disertai
dengan thrombosis. Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80%
tetapi efek ini lebih disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan
curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea. Propofol
tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolism otak,
dan tekanan intracranial akan menurun. Biasanya terdapat kejang.
Tahapan Anestesi Umum
Tahapan anestesi sangat penting untuk diketahui terutama
dalam menentukan tahapan terbaik untuk melakukan pembedahan, memelihara tahapan
tersebut sampai batas waktu tertentu, dan mencegah terjadinya kelebihan dosis
anestetikum. Tahapan anestesi dapat dibagi dalam beberapa langkah, yaitu:
preanestesi, induksi, pemeliharaan, dan pemulihan (McKelvey dan Hollingshead
2003).
Tahap preanestesi merupakan tahapan yang dilakukan segera
sebelum dilakukan anestesi, dimana data tentang pasien dikumpulkan, pasien
dipuasakan, serta dilakukan pemberian preanestetikum. Induksi adalah proses
dimana hewan akan melewati tahap sadar yang normal atau conscious menuju
tahap tidak sadar atau unconscious. Agen induksi dapat diberikan secara
injeksi atau inhalasi. Apabila agen induksi diberikan secara injeksi maka akan
diikuti dengan intubasi endotracheal tube untuk pemberian anestetikum
inhalasi atau gas menggunakan mesin anestesi. Waktu minimum periode induksi
biasanya 10 menit apabila diberikan secara intramuskular (IM) dan sekitar 20
menit apabila diberikan secara subkutan (SC). Tahap induksi ditandai dengan
gerakan tidak terkoordinasi, gelisah dan diikuti dengan relaksasi yang cepat
serta kehilangan kesadaran. Idealnya, keadaan gelisah dan tidak tenang
dihindarkan pada tahap induksi, karena menyebabkan terjadinya aritmia jantung.
Preanestesi dan induksi anestesi dapat diberikan secara
bersamaan, seperti pemberian acepromazin, atropine, dan ketamine dicampur dalam
satu alat suntik dan diberikan secara intravena (IV) pada anjing. (Adams 2001;
McKelvey dan Hollingshead 2003; Tranquilli et al. 2007).
Selanjutnya hewan akan memasuki tahap pemeliharaan status
teranestesi. Pada tahap pemeliharaan ini, status teranestesi akan terjaga
selama masa tertentu dan pada tahap inilah pembedahan atau prosedur medis dapat
dilakukan. Tahap pemeliharaan dapat dilihat dari tanda-tanda hilangnya rasa
sakit atau analgesia, relaksasi otot rangka, berhenti bergerak,
dilanjutkan dengan hilangnya refleks palpebral, spingter ani longgar, serta
respirasi dan kardiovaskuler tertekan secara ringan. Begitu mulai memasuki
tahap pemeliharaan, respirasi kembali teratur dan gerakan tanpa sengaja anggota
tubuh berhenti. Bola mata akan bergerak menuju ventral, pupil mengalami
konstriksi, dan respon pupil sangat ringan. Refleks menelan sangat tertekan
sehingga endotracheal tube sangat mudah dimasukkan, refleks palpebral mulai
hilang, dan kesadaran mulai hilang. Anestesi semakin dalam sehingga sangat
nyata menekan sirkulasi dan respirasi. Pada anjing dan kucing, kecepatan
respirasi kurang dari 12 kali per menit dan respirasi semakin dangkal. Denyut
jantung sangan rendah dan pulsus sangat menurun karena terjadi penurunan
seluruh tekanan darah. Nilai CRT akan meningkat menjadi 2 atau 3 detik. Semua
refleks tertekan secara total dan terjadi relaksasi otot secara sempurna serta
refleks rahang bawah sangat kendor. Apabila anestesi dilanjutkan lebih dalam,
pasien akan menunjukkan respirasi dan kardiovaskuler lebih tertekan dan pada
keadaan dosis anestetikum berlebih akan menyebabkan respirasi dan jantung
berhenti. Dengan demikian, pada tahap pemeliharaan sangat diperlukan pemantauan
dan pengawasan status teranestesi terhadap sistim kardiovaskuler dan respirasi
(McKelvey dan Hollingshead 2003; Tranquilli et al. 2007 ).
Ketika tahap pemeliharaan berakhir, hewan memasuki tahap
pemulihan yang menunjukkan konsentrasi anestetikum di dalam otak mulai menurun.
Metode atau mekanisme bagaimana anestetikum dikeluarkan dari otak dan sistem
sirkulasi adalah bervariasi tergantung pada anestetikum yang digunakan.
Sebagian besar anestetikum injeksi dikeluarkan dari darah melalui hati dan
dimetabolisme oleh enzim di hati dan metabolitnya dikeluarkan melalui sistem
urinari. Pada hewan kucing, ketamine tidak mengalami metabolisme dan
dikeluarkan langsung tanpa perubahan melalui ginjal. Kadar anestetikum golongan
tiobarbiturat di dalam otak dapat dengan cepat menurun karena dengan cepat
disebarkan ke jaringan terutama otot dan lemak, sehingga hewan akan sadar dan
terbangun dengan cepat mendahului ekskresi anestetikum dari dalam tubuh hewan.
Anestetikum golongan inhalasi akan dikeluarkan dari tubuh pasien melalui sistem
respirasi, molekul anestetikum akan keluar dari otak memasuki peredaran darah,
alveoli paru-paru, dan akhirnya dikeluarkan melalui nafas. Tanda tanda adanya
aktivitas refleks, ketegangan otot, sensitivitas terhadap nyeri pada periode
pemulihan dinyatakan sebagai kesadaran kembali (McKelvey dan Hollingshead
2003).
Durasi atau lama waktu kerja anestetikum dan kualitas
anestesi dapat dilihat dari pengamatan perubahan fisiologis selama stadium
teranestesi. Dikenal dua waktu induksi pada durasi anestesi. Waktu induksi 1
adalah waktu antara anestetikum diinjeksikan sampai keadaan hewan tidak dapat
berdiri. Waktu induksi 2 adalah waktu antara anestetikum diinjeksikan sampai
keadaan hewan tidak ada refleks pedal atau hewan sudah tidak merasakan sakit
(stadium operasi). Durasi adalah waktu ketika hewan memasuki stadium operasi
sampai hewan sadar kembali dan merasakan sakit jika daerah disekitar bantalan
jari ditekan. Waktu siuman atau recovery adalah waktu antara ketika
hewan memiliki kemampuan merasakan nyeri bila syaraf disekitar jari kaki
ditekan atau mengeluarkan suara sampai hewan memiliki kemampuan untuk duduk
sternal, berdiri atau jalan (Moens dan Fargetton 1990; Verstegen dan Petcho
1993; McKelvey dan Hollingshead 2003).
McKelvey dan Hollingshead (2003) dan Tranquilli et al. (2007)
menyatakan bahwa untuk memonitor anestesi dilakukan pengamatan tahap-tahap
anestesi umum. Kualitas status teranestesi dapat dilihat dari perubahan
fisiologis sebagai tanda kedalaman anestesi, seperti disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Tahapan dan indikasi status teranestesi oleh
anestetikum umum
Fase/Tahapan
Indikator
|
I
|
II
|
III Plane 1
|
III Plane 2
|
III Plane 3
|
III Plane 4
|
IV
|
Tingkah laku
|
Tidak
terkontrol
|
Eksitasi:
kuat, bersuara, anggora gerak, mengunyahternganga.
|
Teranestesi
|
Teranestesi
|
Teranestesi
|
Teranestesi
|
Hampir
mati
|
Respirasi
|
Normal,
cepat 20-30x/mnt
|
Tidak
teratur, tertahan atau hiper-ventilasi
|
Teratur:
12-20x/mnt
|
Teratur,
dangkal:
12-16x/mnt
|
Dangkal:
<12x/mnt
|
Putus-putus
(ada berhenti)
|
Apnea
(berhenti)
|
Fungsi Kardio-vaskuler
|
Tetap
|
denyut
jantung meningkat
|
Pulse
kuat, denyut jantung >90x/mnt
|
denyut
jantung >90x/mnt
|
Denyut
jantung
60-90/mnt,
CRT meningkat, Pulse lemah
|
Denyut
jantung <60x/mnt, CRT lama, membran pucat.
|
Kollap
|
Respon bedah/
insisi
|
Kuat
|
Kuat
|
Ada
respon dengan gerakan
|
Denyut
jantung dan respirasi meningkat
|
Tidak
ada
|
Tidak
ada
|
Tidak
ada
|
Kedalaman anestesi
|
Tidak
teranestesi
|
Tidak
teranestesi
|
Dangkal
|
Sedang
|
Dalam
|
Over
dosis
|
Mati
|
Posisi Bola mata
|
Tengah
|
Tengah,
tidak tetap
|
Tengah,
rotasi, tidak tetap
|
Sering
rotasi di ventral
|
Ditengah,
rotasi di ventral
|
Tengah
|
Tengah
|
Ukuran Pupil
|
Normal
|
Mungkin
berdilatasi
|
Normal
|
Dilatasi
ringan
|
Dilatasi
sedang
|
Dilatasi
lebar
|
Dilatasi
lebar
|
Respon Pupil
|
(+)
|
(+)
|
(+)
|
Lambat
|
Sangat
lambat, (-).
|
(-)
|
(-)
|
Kejangan Otot
|
Baik
|
Baik
|
Baik
|
Relaksasi
|
Sangat
menurun
|
Lembek
|
Lembek
|
Refleks
|
Ada
|
Ada,
mungkin berlebih
|
Ringan,
hilang
|
Ada
(patella, telinga, palpebral, kornea), yang lain hilang
|
Semua
minimal, hilang
|
Tidak
ada
|
Tidak
ada
|
Stadiun 1 atau stadium analgesi adalah stadium awal
anestesi yang terjadi segera setelah dilakukan anestesi secara inhalasi atau
injeksi. Hewan pada stadium ini masih sadar tetapi kehilangan orientasi dan
menurunnya sensitifitas terhadap rasa nyeri. Respirasi dan denyut jantung masih
normal atau meningkat, dan semua refleks masih ada; Stadium 2 atau stadium
delirium atau eksitasi adalah stadium yang dimulai dari hilangnya kesadaran.
Semua refleks masih ada dan bisa muncul berlebihan. Hewan masih dapat mengunyah,
menelan, dan mulut umumnya menganga. Kondisi pupil yang dilatasi tetapi akan
berkontriksi apabila ada rangsangan sinar. Stadium ini berjalan cepat dan
bahkan akan terlewati apabila diberikan preanestesi yang baik. Stadium 2 akan
berakhir apabila hewan menunjukkan tanda relaksasi otot, respirasi menurun, dan
terjadi penurunan refleks; Stadium 3 atau stadium pembedahan adalah stadium
melakukan tindakan bedah dan dibagi menjadi empat plane, yaitu plane 1
atau anestesi ringan, plane 2 atau anestesi pembedahan, plane 3
atau anestesi dalam, dan plane 4 atau paralisa; dan Stadium 4 atau
stadium terminal (stadium kelebihan dosis).
Metode anastesi umum
dilihat dari cara pemberian obat
I.Parenteral
Anastesi umum yang diberikan secara parenteral
baik intravena maupun intra muscular biasanya digunakan untuk tindakan yang
singkat/ untuk tindakan yang singkat atau untuk indikasi anesthesia. Keuntungan pemberian anestetik
intravena adalah cepat dicapai induksi dan pemulihan, sedikit komplikasi pasca
anestetikjarang terjadi, tetapi efek analgesic dan relaksasi otot rangka sangat
lemah. Obat yang umum dipakai adalah thiopental,
barbiturat, ketamin, droperidol dan fentanil. Kecuali untuk kasus-kasus
tertentu dapat digunakan ketamin, diazepam, dll. Untuk tindakan yang lama
biasanya dikombinasi dengan obat anestetika lain.
II.Perektal
Anastesi umum yang diberikan melalui rectal
kebanyakan dipakai pada anak, terutama untuk induksi anesthesia atau tindakan
singkat.
III. Perinhalasi, melalui pernafasan
Anastesia inhalasi ialah anesthesia dengan
menggunakan gas atau cairan anestetika yang mudah menguap (volatile agent)
sebagai zat anestetika melalui dara pernafasan. Zat anestetika yang
dipergunakan berupa suatu campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat
anestetika tersebut tergantung dari tekanan parsial dalam jaringan otak
menentukan kekuatan daya Anastasia,zat anastetika disebut kuat bila dengan
tekanan parsial rendah sudah mampu memberi anastesia yang adekuat. Anestetik inhalasi berbentuk gas
atau cairan yang menguap berbeda-beda dalam hal potensi, keamanan dan kemampuan untuk
menimbulkan analgesia dan relaksasi otot rangka.
Anastesia inhalasi masuk dengan inhalasi atau
inspirasi melalui peredaran darah sampai ke jaringan otak. Inhalasi
gas (N2O etilen siklopropan) anestetika menguap (eter, halotan, fluotan,
metoksifluran, etilklorida, trikloretilen dan fluroksen)
Faktor-faktor lain seperti
respirasi, sirkulasi dan sifat-sifat. Fisik zat anestetika mempengaruhi
kekuatan manapun kecepatan anastesia.
· Hughes, J.M.L. 2008. Anaesthesia for the geriatric dog and cat. 61. Irish Veterinary..............02.
· Richard Bednarski, MS, DVM, DACVA (Chair), Kurt Grimm, DVM, MS, PhD, DACVA, DACVCP, Ralph Harvey, DVM, MS, DACVA, Victoria M. Lukasik, DVM, DACVA, W. Sean Penn, DVM, DABVP (Canine/Feline),Brett Sargent, DVM, DABVP (Canine/Feline), Kim Spelts, CVT, VTS, CCRP (Anesthesia), Robert Smith, MD. 2011. AAHA Anesthesia Guidelines for Dogs and Cats. VETERINARY PRACTICE GUIDELINES. 377. www.JAAHA.ORG. 02.
·
Hughes,
J.M.L. 2008. Anaesthesia for the geriatric dog and cat. 61. Irish Veterinary..............02.
·
Richard
Bednarski, MS, DVM, DACVA (Chair), Kurt Grimm, DVM, MS, PhD, DACVA, DACVCP, Ralph
Harvey, DVM, MS, DACVA, Victoria M. Lukasik, DVM, DACVA, W. Sean Penn, DVM,
DABVP (Canine/Feline),Brett Sargent, DVM, DABVP (Canine/Feline), Kim Spelts,
CVT, VTS, CCRP (Anesthesia), Robert Smith, MD. 2011. AAHA Anesthesia Guidelines
for Dogs and Cats. VETERINARY PRACTICE GUIDELINES. 377. www.JAAHA.ORG. 02.
postingan nya sangat membantu :)
BalasHapus