Cystocentesis Pada Hewan
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penyakit pada traktus urinarius
merupakan hal yang sering ditemukan pada hewan baik karena gagal ginjal ataupun
batu ginjal. Tingginya kasus pada traktus urinari menyebabkan berkembangnya
berbagai metode yang dapat digunakan untuk menangani kasus tersebut. Beberapa
metode yang dapat digunakan untuk menangani kasus pada traktus urinari adalah
dengan cara cystotomi, cystocentesis, maupun kateterisasi uretra.
Cystotomy adalah prosedur operasi untuk membuka kantong kencing.
Cystotomy menurut Martin (2007) dilakukan terutama untuk mengeluarkan kalkuli
yang ada pada kantong kencing dan uretra, tumor kandung kemih, trauma akibat
kecelakaan atau tertusuk oleh benda runcing, untuk tujuan biopsy, memperbaiki
ureter ektopik dan kandung kemih pecah, dan membantu dalam diagnosis untuk
mengobati infeksi saluran kencing. Cystostomy permanen dapat dilakukan dalam
kasus atonia kandung kemih neurogenik atau kanker kandung kemih (Cornell.
2000).
Cystocentesis adalah pengambilan
cairan (urin) dari dalam vesica urinaria untuk menghindari kontaminasi dengan
bakteri. Metode yang lebih aman dalam hal mengosongkan vesica urinaria dalah
dengan menggunakan katererisasi uretra. Cystocentesis ini menurut Gatoria (2008) dapat dilakukan
untuk tujuan identifikasi bakteri tanpa harus melakukan cystotomy ataupun
biopsi mukosa vesika urinaria pada anjing yang menderita urothialisis.
Cystotomi maupun cystocentesis
diawali dengan penyayatan pada dinding abdomen atau yang disebut dengan
laparotomi. Dalam kasus ini yang digunakan adalah jenis laparotomi medianus
posterior. Hal ini dikarenakan organ target yaitu vesica urinaria berada di
bagian hipogastrium (Aguilera. 2004). Praktikum kali ini dilakukan
cystocentesis sehingga mahasiswa dapat melakukan pengambilan cairan (urin)
dalam vesica urinaria agar pasien terhindar kontaminasi dengan bakteri dan
melatih kemampuan untuk melakukan cystotomi.
B.
Tujuan
Praktikum kali ini bertujuan untuk
melatih mahasiswa melakukan laparotomi medianus posterior untuk prosedur
cystocentesis sehingga dapat digunakan sebagai salah satu prosedur untuk
menangani kasus pada vesica urinaria.
BAB II
MATERIAL DAN
METODE
A.
Bahan Praktikum
Bahan yang digunakan dalam praktikum
ini, yaitu seekor kucing, alkohol 70%, betadine, Ringer laktat, benang cutgut,
benang silk, premedikasi, yaitu Atropin sulfa dengan dosis 0,025 mg/kgBB. Bahan
anastethikum, yaitu Xylazine dengan dosis 2 mg/kgBB dan Ketamine dengan dosis
10 mg/kgBB, oxytetracycline dengan dosis 14 mg/kg BB, penicillin 50.000 IU,
peniccilin dan amoxicillin dengan dosis 20 mg/Kg BB.
B.
Alat Praktikum
Alat-alat yang
digunakan pada praktikum ini yaitu seperangkat alat bedah minor (4 buah towel
clamp, 2 buah pinset anatomis, 2 buah pinset sirurgis, 1 buah pinset scalpel
dan blade, 1 buah gunting lurus tajam-tajam,1 buah gunting lurus tajam-tumpul, 1
buah gunting tumpul-tumpul, 1 buah gunting bengkok, 4 buah tang arteri anatomis
lurus, 4 buah tang arteri sirurgis bengkok, 2 tang arteri lurus sirurgis,dan 1
buah needle holder). Perlengkapan operator dan asisten (2 buah penutup kepala,
2 buah masker, 4 buah sikat, 2 buah handuk, 2 pasang sarung tangan, dan 2 buah
baju bedah), otoklaf, kain duk, tali
restraint, meja operasi, lampu operasi, stetoskop, timbangan, thermometer,
stopwatch, spoit 1 ml dan 3 ml, pencukur rambut, tampon, dan kapas, jarum
penampang segitiga diameter ½ lingkaran, jarum penampang bulat, penggaris,
kassa, plester dan gurita.
C.
Langkah Kerja Praktikum
Persiapan Pra Operasi
1.
Persiapan Ruang Operasi
Ruang
operasi dan meja operasi didesinfeksi menggunakan desinfektan.
Selain itu, perlengkapan
alat juga didesinfeksi. Kemudian dilakukan fumigasi dengan menggunakan
formalin 10% dan KMnO4 1% (1:2) dan dibiarkan selama 15 menit.
2.
Persiapan Peralatan
- Seperangkat alat bedah minor disiapkan, yaitu 4 buah
towel clamp, 2 buah pinset anatomis, 2 buah pinset sirurgis, 1 buah pinset
scalpel dan blade, 1 buah gunting lurus tajam-tajam,1 buah gunting lurus
tajam-tumpul,1 buah gunting tumpul-tumpul, 1 buah gunting bengkok, 4 buah
tang arteri anatomis lurus, 4 buah tang arteri sirurgis bengkok, 2 tang
arteri lurus sirurgis,dan 1 buah needle holder.
- Peralatan tersebut direndam
dalam air yang diberi larutan pencuci, disikat dimulai dari ujung yang
paling steril (ujung yang pertama mengenai jaringan pasien) kemudian
dibilas dengan air yang mengalir 10-15 kali dimulai dari ujung yang
pertama disikat.
- Peralatan
tersebut dikeringkan dengan handuk yang steril, dimasukkan di dalam wadah
yang bersih secara berurutan mulai dari needle holder, tang arteri,
gunting, pinset scalpel dan blade, pinset sirurgis, pinset anatomis, dan
towel clam, kemudian dibungkus dengan dua lapis kain.
- Kain
pembungkus lapis pertama disiapkan terlebih dulu dengan posisi memanjang
kemudian peralatan dalam wadah diposisikan ditengah kain tersebut.
Kemudian sisi kain yang dekat dengan tubuh dilipat hingga menutupi seluruh
peralatan dan ujung lainnya dilipat mendekati tubuh, sisi kanan peralatan
dilipat selanjutnya sisi kiri. Setelah itu, kain penutup kedua disiapkan
dan wadah yang sudah dibungkus oleh
kain sebelumnya diletakkan di tengah pada posisi diagonal. Ujung kain yang
dekat dengan tubuh dilipat hingga menutupi peralatan, sisi kanan dilipat
diikuti sisi kiri dan ujung yang lainnya dilipat mendekati tubuh dan
diselipkan tujuannya untuk memudahkan pelepasan kain pada saat membuka
penutup. Sterilisasi dengan oven dengan
suhu 121°C selama 15 menit.
- Teknik
pembukaan kain pembungkus peralatan terluar, yaitu lipatan pertama ditarik
kearah tubuh pembuka (personal yang berada di ruang operasi) kemudian
dilanjutkan dengan menarik masing-masing ujung lipatan. Selanjutnya kain
penutup kedua akan dibuka oleh pembuka yang lebih steril dan bersih dengan
cara menarik lipatan kearah tubuh yang diikuti dengan ujung lipatan
berikutnya, setelah itu diletakkan diatas meja alat yang steril.
3.
Persiapan Obat-obatan
Obat-obatan
yang harus dipersiapkan, yaitu
·
Desinfektan :
Alkohol 70%
·
Preanestesi :
Atropin sulfa (dosis 0,025 mg/kg BB) diberikan secara SC.
·
Sedatif :
Xylazine (dosis 2 mg/kg BB) diberikan secara IM.
·
Anestetik :
Ketamine (dosis 10 mg/Kg BB) diberikan secara IM.
·
Cairan infus :
Ringer laktat.
·
Antibiotik :
Oxytetraxycline (dosis 14 mg/Kg BB) diberikan secara IM.
Amoxixillin (dosis 20 mg/kg BB) diberikan
secara oral
Cara
Pemberian dosis : Dosis obat
x Bobot badan Hewan
Konsentrasi Obat
4.
Persiapan Perlengkapan Operator dan Asisten
·
Perlengkapan operator dan asisten
disiapkan, yaitu 2 buah penutup kepala, 2 buah masker, 4 buah sikat, 2 buah
handuk, 2 pasang sarung tangan, dan 2 buah baju bedah.
·
Perlengkapan operasi dibungkus dengan dua lapis kain
(diletakkan ditengah) dengan urutan dari bawah, yaitu sarung tangan yang sudah
dibungkus dengan kertas/plastik/aluminium foil, baju operasi yang sudah
dilipat, handuk yang sudah dilipat, dua sikat yang bersih, masker dan penutup
kepala. Setelah selesai menata bahan-bahan, selanjutnya dilakukan pembungkusan
menggunakan dua lapis kain. Bahan-bahan yang sudah tersusun rapi diletakkan
ditengah sejajar dengan sisi kain yang pertama, dilipat sejajar dari sisi yang
dekat dengan tubuh sisi yang didepannya diikuti sisi kanan dan kiri. Kemudian
bahan yang sudah terbungkus diletakkan di bagian tengah kain lapis luar,
dilipat sejajar dengan garis diagonal dan dimulai dari ujung yang ekat dengan
tubuh kemudian sisi kanan, sisi kiri dan ujung yang lainnya dilipat mendekati
tubuh dan diselipkan tujuannya untuk memudahkan pelepasan kain pada saat
membuka pembungkus. Peratalatan disterilisasi dengan menggunakan autoklaf
pada suhu 100°C selama 30 menit.
·
Cara menggunakan perlengkapan operasi dapat dimulai dari
mencuci tangan dengan sabun yang dibilas dengan air bersih beberapa kali,
dikeringkan dengan handuk, satu sisi untuk tangan kanan dan sisi lainnya untuk
tangan kiri. Setelah itu, penutup kepala dipasang, masker dipasang. Kemudian dilakukan
pencucian tangan menggunakan sabun, kedua tangan disikat dengan dua sikat yang
berbeda, sikat pertama untuk tangan kanan dan sikat kedua untuk tangan kiri,
penyikatan dimulai dari ujung jari hingga ujung siku. Setelah itu, dibilas
dengan air mengalir sebanyak 10-15 kali dari ujung kuku dialirkan ke siku, di
keringkan dengan handuk, satu sisi untuk tangan kanan dan sisi lainnya untuk
tangan kiri. Setelah itu, memasang baju operasi dilanjutkan dengan pemasangan
sarung tangan. Pemasangan sarung tangan pertama dimulai dengan memegang sisi
dalam dari sarung tangan dan pemasangan sarung tangan kedua dilakukan dengan
memegang bagian luar dari sarung tangan yang bertujuan agar sarung tangan tetap
dalam keadaan steril ketika dipasang.
5.
Persiapan Hewan
Preparasi hewan ini meliputi, signalement (nama
pemilik, nama hewan, bangsa hewan, ras, jenis kelamin, umur, petanda khusus
ataupun buatan dan berat badan), anamnese,
status present yang terdiri dari keadaan umum (frekuensi jantung,
frekuensi nafas, suhu badan, perawatan, habitus, gizi, sikap berdiri,
pertumbuhan badan dan cara berjalan)
dan adaptasi lingkungan.
Kucing
ditimbang guna menentukan jumlah pemberian pre anaesthetikum, anaesthetikum dan
antibiotik. Temperatur tubuh
kucing diukur menggunakan termometer (OC). Setelah itu dihitung
frekuensi nafasnya (kali/menit) dengan melihat gerakan abdomen atau toraks. Pernafasan kucing merupakan pernafasan
tipe costal
sehingga untuk mengukur
frekuensinya dapat dilihat pergerakan ossa costales. Selain itu
frekuensi pernafasan kucing juga dapat diukur
dengan melihat gerakan benang yang didekatkan di lubang hidungnya. Frekuensi denyut nadi (kali/menit) diukur dengan meraba atau sedikit menekan arteri femoralis
di medial os femur. Diameter pupil (mm) diukur dengan menggunakan
penggaris karena itu merupakan parameter untuk mengetahui hewan sudah terbius
atau belum. Setelah semua hal–hal tersebut di atas sudah diukur, kemudian
disiapkan alat suntik dan obatnya.
Dilakukan pembiusan dan desinfeksi pada hewan.
Pembiusan menggunakan
kombinasi dari ketamine 10 % dengan dosis 10-15 mg/kg BB (dipilih dosis 10 mg/kg BB)
dan xylazine 2 % dosis 1-2 mg/kg BB
(dipilih 2 mg/kg BB). Gabungan obat tersebut diaplikasikan melalui
intramuscular (IM) pada musculus
semitendinosus dan musculus
semimembranosus. Letak kedua otot tersebut adalah 2 jari di caudal dari tuber
coxae.
Hal yang diamati adalah mengenai lamanya onset
(lamanya obat setelah diberikan/diaplikasikan sampai terlihat adanya efek),
durasi (lamanya obat itu bekerja sampai hilang efeknya, kucingnya sadar),
frekuensi jantung, frekuensi nafas, dan
diameter pupil (secara
horizontal atau vertikal) serta ada tidaknya refleks diukur
kembali sampai hewan tersebut siuman.
Ketika hewan hendak bangun diberikan maintenance berupa pemberian kombinasi
ketamine dan xylazine dengan dosis ½ dari pemberian anaesthesi awal.
Desinfeksi
bagian yang akan dioperasi pada hewan dilakukan dengan cara hewan dicukur.
Lokasi pencukuran 5-10 cm di sebelah sayatan, arah pencukuran berlawanan dengan
arah bulu. Setelah dicukur, bagian yang dicukur dicuci dengan sabun dan dibilas
dengan air lalu dikeringkan menggunakan kapas. Setelah itu dibilas dengan
alkohol 70%, desinfeksi dengan iodium tincture 3-10% dan ditutup dengan kain penutup.
Operasi
Setelah kucing teranestesi, keempat
kakinya difiksir menggunakan simpul tomfool ke meja operasi. Duk dipasang pada
hewan hingga yang terlihat adalah daerah orientasi operasi. Duk difiksasi
dengan menggunakan towel clamp. Penyayatan
dilakukan menggunakan laparotomi medianus posterior pada daerah linea alba, 1-2
cm anterior os pubis. Selama operasi berlangsung harus diperiksa frekuensi denyut jantung, frekuensi nafas,
suhu, diameter pupil, dan warna membran mukosa selama 15 menit sekali. Penyayatan
pertama dilakukan pada lapisan kulit terluar. Pada saat penyayatan, sayatan
dibuat lurus dan tidak terputus-putus (seminimal mungkin). Sayatan juga
dilakukan secara kontinyu dengan scalpel. Pisahkan fascia dan lapisan lemak.
Setelah ditemukan linea alba, maka linea alba harus difixir terlebih dahulu
dengan menggunakan towel clamp agar sayatan tepat di atasnya, sehingga tidak
menimbulkan adanya pendarahan. Setelah linea alba disayat, maka akan ditemukan
peritoneum dan omentum. Setelah itu omentum disingkirkan dan vesica urinaria
dicari dengan hati-hati.
Vesica urinaria diisolasi dari
rongga abdomen menggunakan kassa steril. Hal ini bertujuan untuk mencegah urine
yang keluar masuk ke dalam abdomen.
Selanjutnya dilakukan pengambilan urin (inspirasi) dari dorsal vesica urinaria
dengan menggunakan syringe atau yang disebut dengan cystocentesis. Setelah
selesai melakukan cystocentesis vesica urinaria dikembalikan kedalam rongga
abdomen dan disemprotkan penicillin 50.000 IU. Kemudian dilakukan penjahitan
pada lapisan peritoneum dan linea alba dengan menggunakan jarum berpenampang
bulat dan benang cat gut 3/0 dengan tipe jahitan sederhana. Lapisan lemak dalam
hal ini juga dijahit tersendiri karena lapisan lemaknya sangat tebal
menggunakan jarum berpenampang bulat dan benang cat gut 3/0 dengan tipe jahitan
sederhana. Selanjutnya lapisan kutis-sub kutis dijahit dengan menggunakan jarum
berpenampang segitiga dan benang silk (sebelumnya disemprotkan penicillin
50.000 IU) dengan tipe jahitan sederhana untuk memudahkan pembukaan jahitan
post operasi (setelah 7 hari). Selesai penjahitan, bekas sayatan dioleskan
betadine dan dibalut dengan kain kassa dan plester serta dikuatkan dengan
gurita untuk mengurangi beban tubuh kucing pada bagian jahitan. Terakhir, hewan
disuntikkan dengan antibiotik oxytetracyclin.
Perawatan Post Operasi
Alat setelah
digunakan direndam dalam air yang diberi dengan larutan pencuci kemudian
disikat terutama ujung yang paling steril, dibilas dengan air sebanyak 10-15
kali, dikeringkan, ditata dalam wadah
dan disterilisasi dengan menggunakan autoklaf. Perlengkapan operator dan
asisten pun dicuci dengan sabun hingga bersih, lalu dikeringkan dan
disterilisasi dengan menggunakan autoklaf.
Selama post
operasi dilakukan pemantauan kondisi hewan seperti temperatur, frekuensi denyut
jantung dan frekuensi nafas, nafsu makan, urinasi, defekasi serta kondisi luka.
Pengobatan post operasi dilakukan dengan memberikan antibiotik topikal dan
sistemik. Pada saat operasi diberikan (disemprotkan) antibiotik Penicillin
50.000 IU pada daerah sayatan sesuai dengan dosis. Setelah operasi dilakukan,
kucing disuntik Oxytetracyclin dengan dosis 14 mg/kg BB secara intramuscular.
Selanjutnya
dilakukan perawatan terhadap hewan hingga hari ke-7 post operasi. Setiap
harinya hewan diberikan antibiotik amoxicillin (dosus 20 mg/kg BB) selama 5
hari secara per oral setiap 2 kali sehari. Selain itu diamati juga fisiologis
tubuh kucing (temperatur, frekuensi nafas, frekuensi denyut nadi), urinasi,
defekasi, makan dan minum kucing. Selain itu dilakukan pengamatan terhadap keadaan
fisiologi tubuh hewan, antara lain temperatur, frekuensi jantung, frekuensi
respirasi, serta pengamatan terhadap nafsu makan dan luka bekas jahitan.
Setelah 7 hari post operasi, dilakukan pembukaan jahitan.
BAB III
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Data-data
Signalement
1. Anamnesis
Nama : Hening
2. Signalement
Jenis Hewan : Kucing
Jenis kelamin : jantan
Bangsa : Domestic House Cat
Jenis kelamin : jantan
Bangsa : Domestic House Cat
Berat badan : 1,5 kg
Umur : bulan
Warna bulu : kuning - putih
Tanda khusus : -
Waktu operasi : Pukul 10.30
– 12.30
Durasi Operasi : ± 2 jam
Perhitungan dosis

Berat badan kucing :
1,5 kg
1.
Jumlah Atropin yang diberikan
Atropin = 1,5
kg x 0,025 mg/kg = 0,15 ml
0,25 mg/ml
2.
Jumlah Xylazin 2 % yang diberikan
Xylazin = 1,5
kg x 2 mg/kg = 0,15 ml
20 mg/ml
3.
Jumlah Ketamin
yang diberikan
Ketamin = 1,5 kg x 10 mg/kg = 0,15
ml
100 mg/ml
4.
Jumlah
Oxytetrasiklin yang diberikan
Oxytetrasiklin = 1,5
kg x 20 mg/kg = 0,15
ml
200 mg/ml
5.
Jumlah
Amoxilin yang diberikan (2x per hari)
Amoxilin = 1,5 kg x 20 mg/kg = 1,2 ml
25 mg/ml
Tabel
1. Hasil pengamatan frekuensi jantung, frekuensi nafas, temperatur, CRT, tonus
otot, dan mukosa pada saat operasi
Status
|
Menit
ke-
|
|||||
0
|
15
|
30
|
45
|
60
|
75
|
|
Frek.
Jantung (x/menit)
|
92
|
88
|
100
|
140
|
132
|
132
|
Frek.
Nafas (x/menit)
|
32
|
32
|
32
|
32
|
20
|
24
|
Temperatur
(0
C)
|
39
|
36,7
|
36,2
|
35,7
|
35
|
34,7
|
CRT
(detik)
|
1
|
1
|
2
|
2
|
2
|
2
|
Mukosa
(
+ pinx,
- pucat)
|
+
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Tonus
Otot
|
++
|
+++
|
++
|
++
|
+
|
++
|
Maintenance
|
Atropin
Xilazine
ketamin
|
-
|
-
|
Xilazine
ketamin
|
Xilazine
ketamin
|
-
|


Tabel 2. Hasil pengamatan frekuensi jantung,
frekuensi nafas, temperatur, CRT, tonus otot, dan mukosa post operasi
No
|
Kamis
|
Jumat
|
Sabtu
|
|||
Pagi
|
Sore
|
Pagi
|
Sore
|
Pagi
|
Sore
|
|
Frekuensi
nafas (per menit)
|
22
|
24
|
20
|
28
|
28
|
28
|
Denyut
Jantung (per menit)
|
104
|
112
|
116
|
112
|
116
|
120
|
Temeperatur
(°C)
|
33,9
|
36,1
|
38,7
|
39,2
|
39
|
38,6
|
CRT
(detik)
|
2
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
Feses
|
-
|
-
|
-
|
+
|
+++
|
-
|
Urin
|
-
|
+
|
++
|
++
|
+
|
++
|


- Pembahasan
Hewan model operasi yang digunakan
pada tindakan bedah kali ini adalah kucing. Sebelum operasi, dilakukan
pemeriksaan fisiologis terlebih
dahulu terhadap kucing meliputi
frekuensi nafas, frekuensi jantung, suhu tubuh, refleks pupil, warna
mukosa, dan berat badan. Titik
orientasi dalam operasi ini adalah 1-2 cm di depan atau anterior os pubis
dengan lebar sayatan 5-6 cm. Pada awal penyayatan lebar sayatan sekitar 2-3 cm.
Proses penyayatan dilakukan berurutan dari lapisan kulit, fascia, lapisan
lemak, linea alba, peritoneum dan omentum.
Anaesthetikum diberikan secara per
injeksi Intra muskular pada otot kaki
belakang (m. triceps femoralis dan m.biceps femoralis). Stadium analgesia
terjadi ketika kucing mulai kehilangan rasa sakit tetapi belum kehilangan
kesadaran. Ketika kesadarannya mulai hilang, kucing juga terlihat sempoyongan,
keadaan ini disebut stadium eksitasi atau stadium involunter. Akhirnya
kesadaran dan rasa sakit hilang seluruhnya dengan pulsus yang normal dan
pernapasan juga berlangsung secara abdominal. Ini merupakan stadium pembedahan,
yaitu saat yang tepat di mana operasi dapat segera dilakukan. Sebagai
premedikasi diberikan atropin sulfat. Hal ini bertujuan untuk membantu
mengurangi efek samping dari obat anastetikum seperti cardiac ventricular
aritmia, berontak, hypersalivasi dan sebagai anti emetikum.
Setelah
kucing teranastesi dengan baik, terlebih dahulu daerah yang akan dioperasi
rambutnya di cukur lalu diberi betadine. Setelah itu, kucing diletakkan di meja
operasi, difiksir dengan menggunakan tali pada keempat kakinya lalu ditutup
dengan menggunakan duk sehingga yang terlihat hanya daerah orientasi operasi.
Duk yang digunakan untuk menutup bagian tubuh kucing, difiksir dengan
menggunakan towel clem. Operasi yang dilakukan kali ini menggunakan metode yang
sama dengan laparotomi medianus. Selanjutnya dilakukan penyayatan pada bagian
abdomen kucing tepatnya di anterior os pubis sepanjang 2 cm ke arah cranial dan
4 cm setelah umbilikal. Hal ini dikarenakan vesica urinaria berada disekitar
daerah hypogastrium dari abdomen.
Penyayatan
dilakukan dari bawah ke atas dengan menggunakan scalpel yang tajam secara tegas
dan tidak terputus-putus. Penyayatan awal dilakukan pada bagian kulit dan sub
kutis. Setelah kulit disayat terlihat lapisan lemak yang tidak terlalu tebal
sehingga memudahkan operator untuk menemukan linea alba. Setelah linea alba
yang berupa aponeurose seperti garis berwarna putih ditemukan, maka dilakukan
penyayatan kembali pada lapisan tersebut. Setelah linea alba disayat terlihat
bagian dalam dari abdomen yaitu omentum lalu omentum dikuakkan dan operator
mencari posisi dari vesica urinaria dengan memasukkan jari ke dalam ruang
abdomen.
Setelah
vesica urinaria ditemukan, vesica urinaria lalu dikeluarkan dan disekelilingnya
diberi kasa. Pemberian kasa bertujuan untuk mencegah urine yang keluar dari
vesica urinaria masuk ke dalam ruang abdomen. Setelah itu vesica urinaria
ditusuk dengan menggunakan spoit yang ukuran jarumnya 22 G untuk mengeluarkan
cairan urine dari dalam vesica urinaria. Pengambilan cairan dilakukan pada
bagian dorsal vesica urinaria karena pada bagian ini tidak banyak terdapat
pembuluh darah. Selama proses pengeluaran cairan urine dari dalam vesica
urinaria, spoit harus dipegang tegak lurus oleh asisten 1 agar cairan yang
disedot tidak tertumpah ke tempat lain. Jumlah urine yang disedot pada saat
operasi yaitu 1,1 ml. Vesica urinaria tidak
disedot sampai habis melainkan disisakan supaya vesica urinaria tidak kering.
Setelah
proses pengambilan cairan selesai, vesica urinaria dikembalikan pada posisi
semula lalu diberi antibiotik penicilin 50.000 IU dalam bentuk cair dengan
tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi, kemudian dilakukan penjahitan tipe
sederhana pada lapisan peritoneum dengan menggunakan jarum berpenampang bulat
dan benang cat gut ukuran 3,0. Setelah peritoneum dan line alba terjahit,
selanjutnya daerah tersebut diberi antibiotik kembali dan dilakukan penjahitan
pada kulit dan sub kutis dengan menggunakan jahitan sederhana, jarum
berpenampang segitiga dan benang silk. Setelah proses oenjahitan selesai, bekas
jahitan diberi betadine kenmabi lalu ditutup dengan menggunkan kasa dan bagian
abdomen yang dioperasi dibungkus dengan menggunakan gurita.
Selama
proses operasi berlangsung, dilakukan pula pengamatan terhadap frekuensi nafas,
jantung, suhu, CRT, mukosa, tonus otot. Pada menit ke 0 frekuensi nafas kucing
80 kali/menit, frekuensi jantung 92 kali/menit, suhu 39oC, CRT 1,
mukosa berwarna merah (+), tonus otot ++. 15 menit kemudian terjadi penurunan
dari frekuensi nafas menjadi 32 kali/menit, frekuensi jantung 88 kali/menit,
suhu 36.7oC, CRT 1, mukosa pucat, tonus otot meningkat menjadi +++.
Pada menit ke 30 tidak terjadi perubahan frekuensi nafas, frekuensi jantung
mrningkat menjadi 100 kali/menit, suhu kembali menurun menjadi 36.2oC,
CRT meningkat menjadi 2, mukosa tidak berwarna, tonus otot menurun menjadi
++. 45 menit kemudian selama operasi
berlangsung, frekuensi nafas tidak beruabah, frekuensi jantung kembali
meningkat menjadi 140 kali/menit, suhu tubuh semakin menurun menjadi 35.7oC,
CRT 2, mukosa tidak berwarna, tonus otot ++ dan pada menit yang sama pukul
11.16 WIB diberikan maintenance yang pertama dengan jumlah dosis ¼ dosis dari
dosis awal. Pada menit ke 60, frekuensi nafas semakin menurun menjadi 20
kali/menit, frekuensi jantung menjadi 132 kali/menit, suhu menjadi 35oC,
CRT 2, mukosa tidak berwarna, tonus otot semakin menurun dan pada menit ini
pula pukul11.24 WIB diberikan maintenance yang kedua dengan ¼ dosis dari jumlah
dosis awal. Pada menit ke 75,, frekuensi nafas tidak terhitung, frekuensi
jantung tetap, suhu tubuh semakin menurun menjadi 34.7oC dan hewan
mengalami hipotermi, CRT 2, mukosa tetap sama tidak berwarna, tonus otot ++.
Operasi berlangsung selama 75 menit dan tidak lama setelah itu, kucing sadar.
Hal ini dikarenakan ukuran tubuh kucing yang kecil sehingga obat bius yang
diberikan tidak bekerja lama.
Pengamatan terhadap frekuensi nafas,
frekuensi jantung, temperatur, makan, minum, urinasi, defekasi, jahitan dan
muntah setelah operasi (post operasi) dilakukan dua kali sehari. Selama pengamatan post operasi dari hari
ke-0, 5 jam setelah operasi, hari pertama pagi hari kucing tidak
mau makan, akan tetapi sorenya kucing berusaha untuk memakan pelan-pelan
makanan yang tersedia dikandangnya. Pada hari kedua post operasi, kucing
defekasi pagi hari. Hal ini dikarenakan makanan diabsorpsi tubuh dengan baik dan motilitas
usus juga tidak mengalami gangguaan.
Pada hari pertama sampai dengan kedua pagi hari kucing tidak melakukan defekasi,
akan tetapi terjadi
peningkatan aktifitas.
Awalnya kucing terlihat lemah post
operasi, namun pada hari ketiga kucing telah aktif kembali bahkan hari keempat kucing sudah aktif
karena mampu membuka perban sendiri dengan menjilati bagian perutnya. Mulai hari pertama hingga hari keempat, hewan
tidak mengalami muntah karena makanan yang masuk diabsorpsi tubuh dengan baik
Temperatur
pada hari kedua mengalami kenaikan dari 36.1 °C menjadi 38.7°C tetapi masih
dalam kondisi suhu normal yaitu 37.8-39.2 oC. Selain
itu, setelah operasi kucing mengalami urinasi yang rutin hingga hari
ketiga meski dalam jumlah sedikit.
Defekasi tidak terjadi pada hari pertama post operasi. Hal ini dikarenakan
motilitas usus yang belum stabil.
Pemberian amoxillin sebanyak 1.2 ml
sebanyak 2 kali sehari selama 5 hari secara teratur untuk mempercepat proses penyembuhan. Penggantian perban dilakukan 3 hari
setelah dilakukan operasi. Sedangkan untuk pembukaan jahitan dilakukan seminggu
setelah operasi dengan kondisi jahitan dan luka bedah sudah kering. Pembukaan
jahitan dilakukan satu persatu menggunakan gunting setelah itu diberikan yodium
tingtur sebagai antiseptic.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum ini, dapat disimpulkan bahwa
untuk melakukan cystocentesis atau pengambilan cairan (urin) dari dalam vesica
urinaria perlu dilakukan laparotomi medianus posterior terlebih dahulu dengan
titik orientasi 1 cm di anterior os pubis. Untuk mengisolasi vesica urinaria
maka lapisan yang perlu disayat berurutan dari luar ke dalam adalah kulit,
fascia, lapisan lemak, linea alba, peritoneum dan omentum.
B. Saran
Perlunya
peningkatan kemampuan masing-masing praktikan dan kekompakan tim dalam
melakukan tindakan bedah.
DAFTAR
PUSTAKA
Aguilera PA, Choi T,
Durham BA. 2004. Ultrasound-guided
suprapubic cystostomy catheter
placement in the emergency department. J Emerg Med: 26 (3)
Cornell,
Karen. 2000. Clinical
Techniques in Small Animal Practice. Department of Small Animal Medicine, College of Veterinary Medicine,
University of Georgia, Athens, GA, USA. 11-16 (15)
Darmojono, H. 2001. Kapita
Selekta Kedokteran Veteriner (Hewan Kecil) 1. Jakarta: Pustaka Populer
Obor.
Fossum Theresa et al. 2002. Small Animal Surgery 2nd
Edition. Cina: Mosby.
Franz S. 2009. Laparoscopic-assisted
cystotomy: an experimental study in male sheep. Veterinarni Medicina, 54, (8): 367–373. http://www.sciencedirect.com [01 Oktober 2010].
Gatoria. 2006. Journal of Small Animal Practice. Comparison of three techniques for the diagnosis
of urinary tract infections in dogs with urolithiasis. Britis Small Animal Veterinary Association
727–732: (47)
Handoko, Tony. 1995. Farmakologi
dan Terapi, edisi ke-4. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.
Martin, Corole. 2007. Textbook of Veterinary Surgical Nursing. Elsivier
Rochlitz,
Irene. 2005. The Welfare of Cats. Netherlands:
Springer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar